Monday, June 9, 2008

To Be Realistic in Life

In business, our goal is to make profit and the profit is to be measurable. It means that profit can be measured to the exact units of measurement - money. Profit is equal to income minus expenses. It is tangible, it is countable, it is real. In daily life, we can also have the similar measurement of success, with much broader applications. We aim at having better lives, and better lives mean today is better than yesterday. It means that today we gain something more than what we have yesterday. In terms of measurement units, the gain can be anything - knowledge, friends, money, experience, or even a better attitude - or anything is possible as long as it is something good.
Whether profit or a better life, we want to have a purpose so that our lives can be useful and meaningful. However, it is important that the purpose is realistic and achievable. We are talking about something real, something that has shapes and colors, touchable and visible, something that physically exists. Why? Because many of us have dreams and ideas, but not as many are able to put them into reality. There is a whole world of difference between dream and reality. Anybody can dream, and we all should have dreams, but can anybody make the dream a reality? The answer is definitely no.
Some people actually have problem in distinguishing the two - they thought dreaming about it is the same as having it in reality, until the reality kicks in and hits them hard in the face. What is a dream and what is a reality, why do we have to separate them apart? Dream is a vision about something that we would like to have, but we don't have it yet. When we have a dream, we hope or we wish to have it. Hope and wish alone cannot help us, a dream requires work to make it a reality. On the other hand, reality is something that we already have. When people are too lazy to take the efforts or when circumstances create too many hurdles, too big to handle, they like to pretend as if they already have it. Pretending creates the illusion of feeling good as if having it in reality. It is like using drugs to make you happy because you cannot have it in real life. When this happens, people cannot tell the difference between reality and the mere illusion.
It is when we cannot differentiate between what we have and what we don't have, problems start to emerge. When you don't have it, you cannot derive the benefit from the object. When you don't have a car, you cannot drive and you cannot go to whatever destination you want to go, regardless how strong you dream of having a car! In business, when you don't have the revenue in your bank account, you cannot pay your obligations - debts, salaries, etc - regardless the strong income projection you have.
On the other hand, the distinction is also important when we consider the impact. What we actually have creates impacts, either positive or negative. We will suffer from the negative impacts regardless how much we try to push them aside. It is only human nature that we like to procrastinate. We like to pretend as if the problem doesn't exist so that we don't have to deal with it. But unsolved problem will only grow bigger and bigger before it explodes. The recent sub-prime mortgage in the U.S. and the monetary crises in Indonesia were the harsh evidence of how a bubble can burst. Denial will not help solve the problem. Solving problem on the spot helps prevent a problem from getting worse - if only we are willing to face it and deal with it. Having debt collectors knocking on the door is something real that we have to deal with, if we don't want the debts to eat us alive.
Therefore, knowing what we have and what we don't have is important because it helps us reap the benefits and prevent negative impacts. How can we know that something is real? Touch it and feel it and you know that it exists.


Oleh : Rini. P Radikun

Ya ALLAH..

Allahu Rabbana
Rabb Yang Maha Pemurah...
Terima kasih Engkau telah menciptakan dia dan menjumpakanku dengannya…
Terima kasih untuk momen-momen indah yang dapat kami nikmati bersama…
Terima kasih untuk tiap buncahan yang kami rasakan bersama…
Ku datang menghamba dan bersujud di hadapMu...
Sucikan hatiku Ya ALLAH, sehingga dapat melaksanakan kehendak dan rencanaMu dalam hidupku…
Ya ALLAH, jika aku bukan pemilik tulang rusuknya, kumohon…
Jangan biarkan ku merindukan kehadirannya...
Jangan biarkan aku, melabuhkan hatiku di hatinya…
Kikislah pesonanya dari pelupuk mata ku dan jauhkan dia dari relung hati ku...
Gantilah damba kerinduan dan cinta yang bersemayam di dada ini dengan kasih dari dan padaMu yang tulus lagi murni...
dan tolonglah aku agar dapat mengasihinya sebagai sahabat…
Namun, jika Engkau ciptakan dia untukku...
Ya Rabb, tolong satukan hati kami...
Bantulah aku untuk mencintai, memahami, dan menerima dia seutuhnya...
Berikan aku kesabaran, ketekunan, dan kesungguhan untuk memenangkan hatinya...
Ridhoi dia, agar dia juga mencintai, mengerti, dan mau menerimaku dengan segala kelebihan dan kekuranganku sebagaimana telah Engkau ciptakan...
Yakinkanlah dia bahwa aku sungguh-sungguh mencintai dan rela membagi suka dan dukaku dengan dia...
Ya ALLAH Yang Maha Pengasih, dengarkanlah doa ku ini...
Lepaskanlahku dari keraguan menurut kasih dan kehendakMu...
ALLAH Yang Maha Kekal, ku sadari bahwa Engkau senantiasa memberikan yang terbaik untukku...
Luka dan keraguan yang kerap ku alami, pasti ada hikmahnya…
Pergulatan ini tlah mengajarkan ku…
Untuk hidup makin dekat kepadaMu…
Untuk lebih peka terhadap suaraMu yang membimbing ku menuju terangMu...
Ajarkan ku untuk tetap setia dan sabar menanti tibanya waktu yang telah Engkau tentukan....
Jadikanlah kehendakMu dan bukan kehendak ku yang menjadi dalam setiap bagian hidup ku...
Ya Allah, semoga Engkau mendengarkan dan mengabulkan permohonanku.
Amin Ya Rabb


drosalina@blogspot.com

Maaf...


Dalam fase perjalanan hidup seorang insan di dunia rasanya tiada yang tak pernah merasakan sesuatu yang bernama perselisihan. Entah bagaimana akhir kisah dari perselisihan tersebut pastinya akan sempat menorehkan sebuah luka di hati. Ada dua pilihan penatalaksanaan dari luka tersebut ; pertama tetap membiarkan luka tersebut ada di dalam hati, dan kedua menutup serta merawat luka tersebut dengan kata ajaib bertitel maaf.
Sejatinya luka yang apabila tetap dibiarkan, mungkin dapat menyembuh tetapi sungguh penyembuhannya tidak akan sesempurna bila dibandingkan dengan luka yang dirawat. Hasil akhirnya sungguh memiliki perbedaan yang signifikan. Luka di kulit yang dibiarkan terbuka biasanya akan meninggalkan noktah atau hingga yang paling parah adalah berupa jaringan parut. Namun, luka di kulit yang dirawat dengan baik dapat menyembuh hingga strukturnya kembali seperti semula. Memang, untuk merawat luka tentunya dibutuhkan tenaga juga waktu, tetapi apalah arti dari kesemuanya itu bila hasil akhir yang didapatkan akan lebih baik bila dibandingkan dengan hanya membiarkan luka yang ada?
Maaf. Terlihat sebagai sebuah kata yang sepele, tapi sungguh memiliki energi yang luar biasa dalam mengubah segalanya. Saya sangat meyakini bahwa sebilah dendam yang menelisik di dalam hati bisa menyebabkan aura seseorang menjadi kurang baik. Artinya, gelombang energi yang dipancarkan dari orang tersebut merupakan energi negatif. Jika sudah demikian, maka sebagaimana halnya kejadian-kejadian lain yang ada di dunia ini, akan terjadi satu hukum sebab akibat demi tercapainya suatu kesetimbangan. Karena setiap delik hal yang terjadi adalah berupa energi dengan frekuensi tertentu, maka segala yang kita pikirkan, emosikan, tuturkan, dan persepsikan ada dalam bentuk energi yang akan menyebar ke semesta. Mudahnya begini, setiap satu frekuensi energi negatif yang kita sebarkan pada semesta, maka kita akan mendapatkannya kembali dalam jumlah yang sama. Jadi, bisa dibayangkan bila dendam yang ada dalam jiwa bertumpuk-tumpuk, maka sebanyak itu pulalah energi negatif akibat dendam yang kita dapatkan.
Bukan hanya menyebabkan cahaya hati menjadi padam, dendam yang terbenam dalam jiwa dapat juga memiliki implikasi pada orang yang dikenai bara tersebut. Mengapa? Karena sejatinya, energi negatif dari orang yang memiliki dendam padanya akan tetap terpancar dan tanpa disadari dapat membawa efek yang buruk. Tak jarang ada orang yang bercerita mengenai perjalanan hidupnya yang kerap menghadapi kerikil-kerikil tajam meski telah banyak ibadah yang ia lakukan. Shaum Senin-Kamis, sholat tahajjud, berdoa, amal shodaqoh, dan lain-lain telah dilakukan, tetapi tetap saja keterpurukan nasib enggan berpaling dari dirinya. Disadari atau tidak, hukum alam pasti berlaku : karena jumlah energi positifnya belum sebanding dengan jumlah energi negatif yang dihasilkannya pada waktu yang sama, maka hasilnya akan tetap negatif. Pada intinya, banyak orang yang kerap mengalami ketertatihan untuk melangkah ke depan adalah karena mereka mempertahankan energi negatif dalam jiwa dalam bentuk marah dan dendam pada orang lainnya.
Meski dirasakan amat berat, ketulusan hati dalam memaafkan adalah kunci dari segalanya. Bentuk memaafkan bukan berarti menerima begitu saja ketidakadilan perlakuan yang telah dilakukan terhadap diri atau pula sebanding dengan kewajiban untuk menghubungi orang yang pernah menyakiti. Stigma yang umum adalah bahwa memaafkan merupakan sesuatu yang dilakukan untuk orang lain. Memaafkan, sejatinya adalah tindakan yang dilakukan demi kepentingan diri sendiri dan hanya untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Memaafkan bukan hanya ditujukan untuk orang lain, tapi sungguh lebih diarahkan untuk diri sendiri. Memohon ampunan pada Allah dan bertaubat atas kealpaan yang pernah terjadi serta menganggapnya sebagai satu pelajaran penting kehidupan dari Allah, merupakan bentuk penting dari memaafkan diri sendiri. Hanya orang-orang kuatlah yang mampu memaafkan orang lain maupun diri sendiri. Lantas, siapa sajakah orang-orang yang harus mendapatkan kemaafan? Cobalah ingat kembali wajah seseorang dan tentukan perasaan diri terhadapnya. Apabila ada emosi negatif yang seketika membuncah dalam hati, maka orang inilah yang harus dimaafkan.
Saya percaya, ketika hati telah lapang untuk memaafkan, maka seketika itu pula keajaiban di sekeliling dapat terjadi. Saat kemaafan telah diberikan, maka pada saat itu pulalah energi negatif yang selama ini menjadi tabir antara diri kita dengan orang tersebut akan terbuka. Implikasinya, orang itu pun akan merasakan sesuatu yang sangat positif dalam dirinya. Bukan merupakan hal yang aneh apabila di suatu hari kemudian, setelah kita memberikan maaf pada orang tersebut, secara tiba-tiba sikapnya berubah meskipun kita tak pernah memberitahunya bahwa ia telah mendapatkan sertifikasi kemaafan dari kita.
Sebilah keikhlasan hati untuk memaafkan orang-orang yang pernah menyakiti atau menzalimi diri, sejatinya dapat menguras energi negatif yang selama ini telah dihasilkan tanpa disadari. Pada saat itulah, energi positif dalam diri akan semakin terpancar dan masa depan yang cerah makin mudah untuk diraih. Kemaafan, dapat menerbangkan noktah-noktah hitam dalam jiwa ke bilangan Andromeda, dan pada saat jiwa dalam keadaan bersih itulah ribuan harap yang disanjungkan akan lebih mudah diijabah oleh Allah, Insya Allah. Wallahu’alam bishshawab.


drosalina@blogspot.com

Ketika....

1. KETIKA AKAN MENIKAH
Janganlah mencari isteri, tapi carilah ibu untuk anak-anak kita.
Janganlah mencari suami, tapi carilah ayah untuk anak-anak kita.
2. KETIKA MELAMAR
Anda bukan sedang meminta kepada orang tua/wali si gadis, tetapi meminta kepada Allah melalui orang tua/wali si gadis.
3. KETIKA AKAD NIKAH
Anda berdua bukan menikah di hadapan penghulu, tetapi menikah di hadapan Allah.
4. KETIKA RESEPSI PERNIKAHAN
Catat dan hitung semua tamu yang datang untuk mendo'akan Anda, karena Anda harus berpikir untuk mengundang mereka semua dan meminta maaf apabila anda berfikir untuk BERCERAI karena menyia-nyiakan do'a mereka.
5. SEJAK MALAM PERTAMA
Bersyukur dan bersabarlah. Anda adalah sepasang anak manusia dan bukan sepasang malaikat.
6. SELAMA MENEMPUH HIDUP BERKELUARGA
Sadarilah bahwa jalan yang akan dilalui tidak melalui jalan bertabur bunga, tetapi juga semak belukar yang penuh onak dan duri.
7. KETIKA BIDUK RUMAH TANGGA OLENG
Jangan saling berlepas tangan, tetapi sebaliknya justru semakin erat berpegang tangan.
8. KETIKA BELUM MEMILIKI ANAK.
Cintailah isteri atau suami Anda 100%
9. KETIKA TELAH MEMIKI ANAK.
Jangan bagi cinta Anda kepada [suami] isteri dan anak Anda, tetapi cintailah isteri atau suami anda 100% dan cintai anak-anak Anda masing-masing 100%.
10. KETIKA EKONOMI KELUARGA BELUM MEMBAIK.
Yakinlah bahwa pintu rizki akan terbuka lebar berbanding lurus dengan tingkat ketaatan suami dan isteri.
11. KETIKA EKONOMI MEMBAIK
Jangan lupa akan jasa pasangan hidup yang setia mendampingi kita semasa menderita.
12. KETIKA ANDA ADALAH SUAMI
Boleh bermanja-manja kepada isteri, tetapi jangan lupa untuk bangkit secara bertanggung jawab apabila isteri membutuhkan pertolongan Anda.
13. KETIKA ANDA ADALAH ISTERI
Tetaplah berjalan dengan gemulai dan lemah lembut, tetapi selalu berhasil menyelesaikan semua pekerjaan.
14. KETIKA MENDIDIK ANAK
Jangan pernah berpikir bahwa orang tua yang baik adalah orang tua yang tidak pernah marah kepada anak, karena orang tua yang baik adalah orang tua yang jujur kepada anak.
15. KETIKA ANAK BERMASALAH
Yakinilah bahwa tidak ada seorang anak pun yang tidak mau bekerjasama dengan orangtua, yang ada adalah anak yang merasa tidak didengar oleh orang tuanya.
16. KETIKA ADA PIL
Jangan diminum, cukuplah suami sebagai obat.
17. KETIKA ADA WIL
Jangan dituruti, cukuplah isteri sebagai pelabuhan hati.
18. KETIKA MEMILIH POTRET KELUARGA
Pilihlah potret keluarga sekolah yang berada dalam proses pertumbuhan menuju potret keluarga bahagia.
19. KETIKA INGIN LANGGENG DAN HARMONIS
Gunakanlah formula 7 K
1. Ketaqwaan
2. Kasih sayang
3. Kesetiaan
4. Komunikasi dialogis
5. Keterbukaan
6. Kejujuran
7. Kesabaran
*Dapat satu forwardan email dari milis BSMI JakPus, tapi authornya unknown. Semoga bisa menjadi bahan renungan bersama untuk yang akan dan sudah menikah =)*

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India